Kesenian Budaya

   Ebeg adalah bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang menggunakan bentuk kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan diperagakan oleh pemain Ebeg / kuda lumping.
   Diperkirakan, kesenian Ebeg ini sudah ada sejak abad 9, tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.
Selain itu, Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli dari Jawa Banyumasan mengingat didalamnya sama sekali tidak ada pengaruh dari budaya lain Lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan Ebeg hampir keseluruhan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut Ngapak lengkap dengan logat khasnya. Jarang ada lagu Ebeg yang menggunakan lirik bahasa Jawa Mataraman dan bahasa selain Banyumasan. Beberapa contoh lagu-lagu dalam Ebeg yang sering dinyanyikan adalah Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong Purbalingga dan lain-lain.
. Berbeda dengan Wayang yang merupakan apresiasi budaya Hindu India dengan berbagai tokoh-tokohnya. Ebeg sama sekali tidak menceritakan tokoh tertentu dan tidak terpengaruhi agama tertentu, baik Hindu maupun Islam. Bahkan dalam lagu-lagunya justru banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat tradisional, terkadang berisi pantun, wejangan hidup dan menceritakan tentang kesenian Ebeg itu sendiri.

 Di dalam suatu sajian Ebeg akan melalui satu adegan yang unik yang biasanya menjadi acara pamungkas dalam pertunjukan Ebeg. Atraksi tersebut sebagaimana dikenal dalam bahasa Banyumasan dengan istilah Babak Janturan. Pemain akan "Mendem" atau "Wuru" (kesurupan dalam Bahasa Banyumasan) dan mulai melakukan atraksi-atraksi unik. Bentuk atraksi tersebut seperti halnya: makan Beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak seperti monyet, ular, dan lain-lain. Atraksi in trance ini hanya dimainkan oleh pemain yang memiliki "indang" atau "pembantu". Masing-masing pemain memiliki varian indang yang berbeda. Di antaranya indang kethek, yang mengantarkan pemain pada kondisi in trance meniru perilaku monyet. Indang jaran, indang mayid, indang macan dan lain-lain.

Terkait Kuda Lumping
SUMBER SARI
TUTONGGO MUDO
TURONGGO MUDO TUNGGULJATI
LANGEN BUDI LESTARI